![]() |
Image by Eurosport |
Saat itu Juventus dilatih oleh Fabio Capello (pelatih yang membawa kejayaan Scudetto AS Roma 2000/2001), dan di depan menghadirkan duet. Duet Del Piero dan Trezeguet. Duet Del Piero dan Ibrahimovic. Duet Ibrahimovic dan Trezeguet. Samar-samar aku masih ingat, saat masih suka rutin beli tabloid sepakbola seminggu dua kali, saat itu pernah kumembaca jejak pendapat (entah statistik yang terbaik), dan pilihan tertinggi jatuh pada duet Ibrahimovic dan Trezeguet. Dan kabar itu memang membuatku terluka, sebab aku lebih setuju duet Del Piero dan Trezeguet atau duet Del Piero dan Ibrahimovic sebagai pilihan utama. Bayang-bayang ini menjadi gambaran bagaimana situasi Del Piero ketika itu, bagai sudah bukan lagi pilihan utama (dan juga sebagai gambaran bahwa Zlatan Ibrahimovic sudah mulai merajarela).
Makanya aku agak terkejut ketika membaca kenyataan bahwa Zlatan Ibrahimovic begitu menghormati Alessandro Del Piero. "Alex adalah figur yang amat ramah dan bersahabat. Ia banyak memberikan saran kepadaku yang kala itu masih amat muda, mengajariku teknik tendangan bebas, pun Alex kerap menjahiliku. Banyak orang beranggapan aku merupakan sosok yang temperamen dan tidak bisa diatur. Akan tetapi Alex justru memandangku sebagai pemain yang penurut. Ia pun tak lelah menenangkanku saat pertandingan. Aku dulu begitu meledak-ledak. Aku berani melawan keputusan pelatih, namun tidak untuk Alex. Aku amat menghormatinya, aku malahan tidak berani melawannya. Lalu hampir semua orang di Juventus membenciku saat memutuskan pindah ke Inter Milan, namun tidak dengan Alex. Kuakui, aku bermain lebih baik saat berduet dengan Trezeguet sementara Alex ada dibangku cadangan, akan tetapi selalu ada kerinduan untuk bermain kembali bersama Alex," kata Zlatan Ibrahimovic yang mengambil sumber dari La Stampa.
Anda bisa bayangkan bagaimana perasaanku (sebagai yang mendaku pemain sepakbola idolaku adalah King Alex) ketika membaca perkataan Zlatan Ibrahimovic yang begitu menghormati Del Piero? Tentu saja aku pun merasa bangga, bahwa dulu aku tidak salah memilih idola. Dan makanya aku tertarik untuk mengumbarnya di sini, dan tapi dengan tidak mengurangi kadar Serigala Roma yang kini telah bersemayam di dalam dadaku sejak Roma era Rudi Garcia (jangan ragukan aku bahwa kini aku adalah seorang romanisti sejati, bahkan bisa dikatakan saat ini aku followernya Radja Nainggolan sebagai anti juve).